Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah tulang punggung kemandirian fiskal sebuah kota. Namun, bagi Kota Bogor, tulang punggung ini tampaknya masih rapuh. Dokumen Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap Laporan Pertanggungjawaban APBD 2024 dan DIM Perubahan KUA-PPAS 2025 yang kami telaah di Badan Anggaran menunjukkan bahwa PAD kita stagnan, bahkan cenderung menurun secara persentase. Tahun 2024 lalu, realisasi PAD masih jauh dari maksimal pada beberapa pos penting. Sementara itu, di APBD Perubahan 2025, target PAD justru diturunkan 3,36%.
Padahal, potensi ekonomi Kota Bogor jauh lebih besar dari yang tercatat di kas daerah hari ini. Persoalannya bukan hanya target yang terlalu konservatif, tetapi juga kelemahan perencanaan, manajemen, dan keberanian mengambil terobosan.
Kebocoran yang Dibiarkan
Masalah klasik kebocoran masih menjadi hantu di sektor-sektor strategis. Ambil contoh retribusi parkir tepi jalan: kontribusinya hanya sekitar Rp2–3 miliar per tahun. Padahal, dari hitungan kasar di lapangan, potensi parkir di kawasan pusat kota saja bisa mencapai puluhan miliar jika dikelola secara serius, profesional, dan transparan. Begitu juga dengan retribusi pasar yang menyusut akibat penataan PKL yang tidak tuntas dan revitalisasi yang belum diikuti strategi mitigasi pendapatan.
BUMD pun demikian. Setoran dividen mereka stagnan, bahkan ada yang di bawah target dan ada yang belum menyetor sama sekali. Ini harus dievaluasi: apakah manajemennya tidak kompeten, model bisnisnya usang, atau tata kelola yang tidak transparan? Kalau BUMD yang modalnya disuntik dari APBD tidak juga memberi hasil layak, kita perlu berani mengevaluasi direksi dan memikirkan restrukturisasi.
Pola Lama Tak Bisa Lagi Dipertahankan
Jawaban TAPD dalam DIM untuk memperbaiki PAD cenderung normatif: “optimalisasi, intensifikasi, ekstensifikasi.” Kalimat yang sudah kita dengar bertahun-tahun. Namun mana strategi konkret untuk menggali potensi baru? Mana keberanian untuk melakukan digitalisasi penuh, memangkas kebocoran, dan memberdayakan aset daerah yang masih tidur?
Kita tidak bisa hanya mengandalkan BPHTB, pajak hotel-restoran, atau retribusi lama dengan pola lama. Jika tidak berani melompat, PAD kita hanya akan segitu-segitu saja. Sementara itu, belanja rutin terus membengkak, dan belanja modal untuk program pro-rakyat malah sering jadi korban rasionalisasi.
Meningkatkan PAD Kota Bogor : Butuh Terobosan
Ada banyak cara untuk meningkatkan PAD tanpa membebani rakyat berlebihan. Pertama, percepat digitalisasi pajak dan retribusi. Data yang terintegrasi dan sistem pembayaran non-tunai akan menutup celah kebocoran. Pemasangan tapping box di semua hotel, restoran, dan tempat hiburan harus dituntaskan. Sistem e-parking bisa diterapkan di kawasan strategis.
Kedua, benahi parkir. Segera buat kajian potensi parkir berbasis zonasi dan, jika perlu, serahkan pengelolaan ke BUMD khusus atau pihak ketiga yang profesional dengan kontrak bagi hasil yang adil. Jangan biarkan parkir liar dan setoran manual menyabotase PAD setiap tahun.
Ketiga, manfaatkan aset daerah yang selama ini terbengkalai. Lahan-lahan idle bisa disewakan untuk usaha produktif atau dijadikan pusat UMKM. Gedung pemerintah yang berlebih bisa jadi pusat kuliner atau event. Potensi seperti kebun bibit (plant nursery) pun bisa diubah menjadi destinasi wisata edukasi yang menghasilkan.
Keempat, transformasi BUMD. Dorong mereka punya strategi bisnis yang berani, bukan sekadar jalan di tempat. Kota lain sudah punya BUMD khusus parkir atau kawasan wisata yang menyetor PAD signifikan. Kenapa kita tidak?
Kelima, gali potensi ekonomi kreatif dan pariwisata. Keduanya adalah keunggulan Bogor yang selama ini belum digarap serius. Dengan promosi yang tepat, event pariwisata yang konsisten, dan fasilitas untuk pelaku UMKM, kita bisa mendongkrak pajak hotel-restoran dan pajak hiburan tanpa menaikkan tarif.
Jangan Korbankan Program Pro-Rakyat
Kami di DPRD juga mengingatkan agar APBD Perubahan 2025 jangan sampai memangkas terlalu dalam anggaran untuk sektor-sektor strategis yang memberi dampak langsung ke rakyat: pendidikan, kesehatan, UMKM, dan penciptaan lapangan kerja.
Program beasiswa bagi siswa miskin yang tadinya Rp55 miliar tidak boleh dihapus total. Ini investasi SDM masa depan, bukan pengeluaran mubazir. Begitu juga dengan layanan kesehatan dasar di Puskesmas, BLUD RSUD, dan program penanganan stunting—semua harus dijaga. Program pemberdayaan UMKM yang kini nyaris dihapus justru harus dikembalikan, karena mereka tulang punggung ekonomi lokal. Lapangan kerja juga perlu didorong lewat padat karya, pelatihan kerja, hingga insentif bagi sektor penyerap tenaga kerja.
Belanja pemerintah harus diarahkan untuk menggerakkan ekonomi lokal dan memelihara daya beli masyarakat. Jika ekonomi rakyat sehat, maka basis pajak kita juga akan bertambah kuat.
Saatnya Berani Berbenah
Kota Bogor tidak bisa terus bergantung pada dana transfer pusat. Kemandirian fiskal hanya bisa tercapai jika PAD dinaikkan dengan cara-cara yang bersih, transparan, dan kreatif. Pemerintah kota harus berani berbenah, berani mengambil terobosan, dan berani berkata tidak pada kebocoran dan pola lama yang tidak efektif.
Kami di DPRD siap mendukung kebijakan-kebijakan inovatif yang berbasis data dan berpihak pada rakyat. Namun kami juga akan terus kritis dan mengingatkan jika pemerintah kota terjebak dalam zona nyaman.
Bogor harus lebih berani. Lebih berani berinovasi. Lebih berani membenahi diri. Dan lebih berani mewujudkan cita-cita sebagai kota maju, mandiri, dan ramah bagi warganya.
Meningkatkan PAD Kota Bogor