Kota Bogor [5/2/2025] – Permukiman Padat Penduduk di Bantaran Sungai Bogor Rawan Longsor. Ancaman banjir dan longsor terus menghantui warga yang tinggal di bantaran sungai di Kota Bogor. Kepadatan permukiman di sepanjang aliran Sungai Ciliwung, Cibalok, Cisadane, dan sejumlah sungai kecil lainnya membuat kawasan tersebut semakin rentan terhadap bencana, terutama saat musim hujan tiba.
Anggota DPRD Kota Bogor dari Komisi 1, Dedi Mulyono, menilai kondisi ini sudah berada di titik rawan dan harus segera ditangani secara menyeluruh.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran garis sempadan sungai, ini soal keselamatan warga. Kita bicara ribuan kepala keluarga yang tinggal di zona rawan longsor dan banjir,” tegas Dedi kepada detikBogor, Rabu (5/2/2025).
Permukiman Padat Penduduk di Bantaran Sungai Bogor Rawan Longsor
Menurut Dedi, sebagian besar warga sudah tinggal puluhan tahun secara turun-temurun di bantaran sungai. Namun, status lahan yang tidak jelas dan keterbatasan hunian layak membuat mereka sulit untuk pindah.
Data dari BPBD Kota Bogor menunjukkan bahwa sejumlah RW di Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, dan Bogor Tengah masuk dalam zona merah longsor dan banjir. Permukiman padat, kontur tanah curam, dan buruknya drainase membuat kawasan ini menjadi titik rawan bencana tahunan.
“Banyak rumah berdiri hanya beberapa meter dari bibir sungai. Begitu hujan deras, langsung rawan longsor atau terendam,” ungkap Dedi.
Ia menyebut, kondisi sanitasi di lokasi tersebut juga memprihatinkan. “Sebagian besar tidak memiliki septic tank. Limbah rumah tangga langsung ke sungai. Ini bukan hanya bahaya fisik, tapi juga krisis kesehatan,” tambahnya.

Perlu Solusi Terpadu dan Berkeadilan
Sebagai anggota legislatif, Dedi mendorong agar Pemerintah Kota Bogor tidak hanya mengandalkan penertiban, tetapi juga menyiapkan solusi yang manusiawi bagi warga bantaran sungai.
“Solusi tidak bisa hanya dengan menggusur. Harus ada relokasi yang layak, skema rusunawa, atau penataan ulang in-situ bagi kawasan yang memungkinkan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya memetakan kawasan bantaran sungai dengan pendekatan geospasial. Menurut Dedi, pemetaan digital bisa menjadi alat perencanaan dan komunikasi yang transparan kepada publik.
“Saya usul agar Pemkot membangun sistem pemetaan digital kawasan rawan bencana dan permukiman bantaran sungai. Ini penting supaya kita tahu mana yang harus relokasi total, mana yang bisa ditata ulang,” jelasnya.
Baca Juga : Percepat Layanan E-KTP di Tingkat Kelurahan, Dedi Mulyono Desak Penambahan Alat Perekam Mobile di Kota Bogor
Program Relokasi dan Penataan Harus Dipercepat
Dedi menegaskan, relokasi warga dari bantaran sungai harus menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan kota, bukan hanya disorot saat bencana terjadi.
“Kalau menunggu longsor atau banjir baru bergerak, itu terlambat. Kita harus siapkan program relokasi bertahap dengan pendekatan sosial yang kuat. Jangan sampai warga merasa dibuang,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar Pemerintah Kota menggandeng pihak swasta melalui program CSR untuk membantu pembangunan hunian pengganti, serta memanfaatkan program nasional seperti KOTAKU dan reforma agraria.
Permukiman Padat Penduduk di Bantaran Sungai Bogor Rawan Longsor